;

Minggu, 13 Desember 2009

HILANGNYA RUH MAHASISWA

Siklus kekuatan sosial dalam ranah kehidupan kita tergambar dala sebuah anegdok sebagai berikut : Mahasiswa takut kepada dosen.. Dosen takut pada Dekan... Dekan takut pada Rektor... Rektor takut pada Menteri... Menteri takut pada Presiden namun tahukah anda presiden takut sama siapa???? ya... jawabanya adalah M A H A S I S W A...

benar.... kondisi di atas memang pernah terjadi: ketika itu mahasiswa dengan grakan massifnya menjungkalkan pemimpin dimasa orde baru. kehebatan, keberanian dan keyakinan akan sebuah kebenaran yang dimiliki oleh mahasiswa kala itu tidak dipertanyakan lagi.

Namun lihatlah kondisi hari ini, semangat itu tak ada lagi.... kini pusat pusat pergumulan mahasiwa tidak nampak lagi, HIMPUNAN, BEM, MAPERWA, dan PKM kini dipenuhi sarang laba laba, dan nyamuk yang beterbangan. semuanya telah berubah, tepatnya ruh kemahasiswaan dalam diri mahasiswa telah hancur dan luntur.

siapa yang salah.... Birokrasi Kampus kah?? Senior kah?? Orang Tua Kah?? atau Paradigma mahasiswa itu sendiri??

berikut ini kita akan mencoba untuk mengkaji secara sederhana dengan bahasa yang sederhana:

1. apakah dampak yang akan terjadi jika mahasiswa telah kehilangan ruh kemahasiswaannya???
Benar.... seorang mahasiswa yang kehilangan ruh kemahasiswaannya akan menjadi mahasiswa mekanis. dalam artian yang bersangkutan hanya akan bekerja apabila sang operator menggerakkannya. simpulannya adalah mahasiswa mekanis tak ubahnya dengan mesin mesin pabrik yang tak punya pilihan.... dalam kesehariannya dikampus seorang mahasiswa hanya akam di sibukkan dengan tugas perkuliahan praktikum dan ujian.... padahal jika kita paham dengan status kemahasiswaan, bahwa seorang mahasiswa haruslah pandai dalam segala hal, memang benar seorang mahasiswa jurusan kimia harus pandai dalam bidang kimia, namun apakah itu cukup??? benar... jawabanya tidak... fikir saja ketika seorang mahasiswa mekanis telah di cabut kemahasiswaannya dan di berikan gelar SARJANA, apa yang dibutuhkan untuk terjun di masyarakat??? contoh kecil yang bisa kita jadikan cerminan: suatu hari di sebuah masajid pada bulan ramadhan, sang penceramah taraweh tiba tiba tidak bisa hadir.... dan salah seorang tokoh masyarakat mendatangi sang sarjana, nak bisakah anak menggantuikan sang da'i untuk berceramah pada kesempatan kali ini??? apa jawaban sang sarjana??? benar ..... sng mahasiswa akan berkata...maaf pak saya tidak bisa... soalnya di kampus saya hanya diajarkan mol = gram /Mr Pak .... kalo soal agama kami hanya di ajarkan 1 semester saja pak itupun hanya kulit kulitnya saja.... jadi saya tidak sanggup pak.... Maaf .... nah apa yang terjadi ketika hal itu menimpa anda.... apakah anda akan memaksakan diri untuk berceramah karena tidak mau jatuh harga diri di depan masyarakat lingkungan anda.... dan tema apa yang akan anda bincangkan???? apakah tema " pengaruh penambahan konsentrasi terhadap peningkatan iman dan takwa" ...

B E R S A M B U N G....

Minggu, 21 Juni 2009

FENOMENA DOSEN DAN MAHASISWA

Mahasiswa takut sama Dosen
Dosen takut sama Dekan
Dekan takut sama Rektor
Rektor takut sama Menteri
Menteri takut sama Presiden
Presiden takut sama Mahasiswa

Biorma lingkaran tersebut, sering didengung-dengungkan Mahasiswa dalam setiap aksinya menentang kebijakan yang tidak bijak. Tetapi, akankah lingkaran setan tersebut, juga berlaku dalam situs akademik Mahasiswa ?.

“Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Demikian pepatah klasik yang sangat mengental dalam siklus hidup ditengah masyarakat, mulai dari tingkat anak-anak sampai orang dewasa pun menghafal mati pepatah tersebut.

Tak pelak saja, dalam dunia kampus, ketika Dosen memerintah mencatat, mahasiswa pun mencatat. Dosen mengatakan kuliah cukup sampai disini meski waktunya belum tuntas, mahasiswa pun tunduk terhadap perintah Dosennya. Bahkan, terkadang Mahasiswa malah bersorak-sorak gembira.

Dosen tak datang, sebagian mahasiswanya dibaluti dengan perasaan senyum penuh kegembiraan dan kemenangan. Tingkah lain, ada yang diam, menyesali namun pasrah. Fenomena tersebut mencerminkan, bahwa pelaku utama dalam perguruan tinggi adalah Mahasiswa dan Dosen. Dengan kata lain, Dosen berperan sebagai fasilitator.

Intinya Dosen dan Mahasiswa adalah subjek pendidikan dalam situs perguruan tinggi. Antara Dosen dan Mahasiswa, mestinya mempunyai hubungan yang transformatif dan komunikatif. Pepatah guru sebagai sosok yang dapat digugat dan ditiru berlaku disini. Dosen menjadi satu-satunya tokoh yang tahu segala hal, berbeda dengannya berarti salah.

Pada hal mestinya, peran Dosen diharapkan dapat membantu membimbing dan mengarahkan mahasiswa agar dapat berpikir kreatif dan kritis. Kerja Dosen jangan hanya memenuhi jadwal mengajarnya, setelah itu langsung pulang. Akan tetapi, harus dapat membumi dan memberikan etika dan sifat kritis serta contoh tauladan bagi Mahasiswa. Dengan begitu akan terwujud jalinan humanistik yang dapat mencerahkan suasana kehidupan kampus dan perkuliahan. Sekali lagi kreatif, bersahabat sekaligus sebagai mitra dan siap diajak berkompetisi dalam bidang akademik.

Terkadang muncul fenomena menarik, tatkala Mahasiswa merasa tertekan dan takut pada Dosen. Maka, tidak mengherankan bila muncul secuil nada miring, seperti Dosen Killerlah, si paling tahu, paling cuek, biasa-biasa dan sejibun nama lainnya yang di cap pada kening mereka (Dosen). Sehingga dikemudian waktu, muncul beberapa gelar terhadap Dosen sebagai seorang Dosen eksekutor.

Olehnya itu, perlu ditarik benang merah, bahwa antara Dosen dan Mahasiswa memang satu sisi yang memiliki perbedaan yang cukup mendasar, sehingga Dosen dan anak didik. Akan tetapi, keberadaan keduanya memiliki strukrinisasi yang sama sebagai mitra yang saling melengkapi. Tanpa Mahasiswa, maka tidak ada Dosen dan sebaliknya, keduanya adalah ibarat dua sisi mata uang.

Dengan begitu perlu ada kesadaran dari para pendidik untuk terketuk pintu hatinya memahami realita yang ada. Konsep lama (Status-Quo) yang masih membelenggu perlu direposisikan untuk diperbaharui -Up to Date- dengan mengikuti alur perkembangan Zaman yang semakin maju pesat. Perlu diingat “Globalisasi” yang mau tidak mau, suka tidak suka siap menanti kita. Bila masih tetap menganut pola lama, maka kemungkinan akan mengalami beberapa kemungkinan terbaik-terburuk seperti tersingkir, terkubur, atau malah Berhasil. Akan tetapi, sedikit banyaknya perlu keterbukaan, membuka diri untuk tetap dialami sebagai situs yang tetap sinergis dalam roh perguruan tinggi.
Penetapan konsep memang perlu diubah, dan diperbaharui. Mengikuti perkembangan Zaman adalah hal penting bagi seluruh citvitas akademika. Apalgi untuk bersaing dalam memperebutkan sumber daya yang handal, jitu dan layak untuk direkeng. Siapa tahu, Mahasiswa lebih unggul ketimbang guru akan Dosennya. Padahal yang kita tuntut adalah bagaumana kemampuan Dosen untuk menerapkan ilmunya kepada Mahasiswa yang diajarnya. Tentunya dengan beberapa teknik dan temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi.

Metode pengajaran Dosen kepada Mahasiswa yang bersifat teoritis, dan kurang aplikatif merupakan tuduhan yang dilemparkan ketika melihat lulusan Perguruan Tinggi(PT) tak siap terjun didunia kerja dan masyarakat. Metode yang mengajarkan gaya klasik dengan kajian keilmuannya yang tidak –Up to Date- juga banyak dijumpai. Namun satu resep sederhana, masalah teori pendidikan yang paling menyentuh adalah Transformative of Learning. Orang belajar untuk transfer atau merubah cara pandang, mengevaluasi dan tidak sekadar Transfer of Knowledge.

Menyuseskan perkuliahan dan pendidikan, diperlukan kesiapan dan dukungan berbagai pihak. Kesiapan dari Dosen sebagai pembimbing buat Mahasiswa sangat penting dan perlu dan hal tersebut tidak boleh dikesampingkan.

Wallahu A,lam Bisshawwab

Oleh : Armil H. Al-Ghifari
***

;