;

Minggu, 23 September 2007

Penyadaran dan Radikalisme Intelektual Mahasiswa Sebagai Bentuk Gerakan Progresif

Oleh:

YAHYA Bachrun Al- Palopory

Kondisi Idealitas

Mahasiswa sebagai suatu lapisan masyarakat, yang dalam jajaran stratifikasi sosial memiliki kelas khusus. Dan kalau di bincangkan dia senantiasa menjadi tema menarik, betapa tidak, ketika orang menyentuh sebuah tema pergerakan, transformasi sosial, maka sadar atau tidak, langsung berkorelasi dengan dinamika kehidupan mahasiswa. Pergerakan mahasiswa yang digagas melalui gerbang-gerbang kampus, meskipun dalam bentuknya yang paling sederhana selalu menawarkan nuansa reformatif. Baik dalam bentuk gagasan maupun dalam corak aslinya. Hal ini dilihat bukan hanya dari posisi sosial yang diemban oleh sosok mahasiswa itu sendiri, juga dengan nilai indepedensia yang masih bersih dari pretensi-pretensi politik pragmatis menjadikan gagasan-gagasannya selalu menawarkan kesegaran baru dalam sebuah wacana pergerakan.

Eksistensi Mahasiswa yang terdidik dalam susana yang mengajarkan kepekaan sosial terhadap berbagai realitas yang bergulir ditengah masyarakatnya. Membuatnya tidak akan sanggup berdiam diri untuk membiarkan kepincangan-kepincangan sosial yang bergulir tanpa protes. Apalagi ketidak beresan dalam struktur sosial tersebut, secara politis adalah suatu yang mendapat pembenaran struktural, dan secara terus menerus telah mampu menciptakan situasi sosiokultur diseluruh lapisan masyarakat untuk menghilangkan kata Tidak. Menjadikan ketidak benaran tersebut sebagai suatu yang sewajarnya. Dalam kondisi seperti inilah mahasiswa akan hadir mempertegas posisinya dalam proses transformasi peradaban.

Suara-suara kritis yang keluar dari mulut mahasiswa yang merupakan golongan elit tersendiri sebagai konsekwensi dari tugas sejarah yang diembannya akan senantiasa mengundang jargon-jargon pembaharuan dan mengajak seluruh serpihan masyarakat MIPA untuk berjalan diatas rel murni. Sebagaimana menifestasi peran mahasiswa, dalam banyak event-event kampus secara tegas perlawanan bergulir dengan pemegang status quo dan pengambil kebijakan Universitas serta mendapat cap sebagai anti eztabilizhed. Dalam struktur dan dinamika kampus mahasiswa berfungsi sebagai balancing dalam mekanisme politik kampus, tapi bila struktur birokrasi yang berlaku adalah sistem paternalistik yang opurtunis, serta mengedepankan stabilitas sebagai prasyarat berlanjutnya pembangunan kampus, maka dinamika dunia mahasiswa merupakan aral melintang yang tidak dikehendaki dan harus disingkirkan.

”Keberhasilan” status quo di MIPA dalam mengelimir potensi dinamika dunia mahasiswa, bukan hanya mampu meredam gejolak pergerakan mahasiswa, bahkan secara serius mengalihkan dunia mahasiswa pada suatu rutinitas akademika seperti masalah praktikum yang berbelit-belit yang justru menafikan kepekaan intelektualitas mahasiswa untuk terlibat secara koheren dalam realitas kehidupannya dikampus. Serta menempatkan mahasiswa dalam suasana psikologis yang mengalami kegamangan, kegelisahan, keraguan dan ketidak menentuan dalam mengekspresikan kediriannya. Hal ini sekaligus merupakan konsekwensi logis dari pola kebijakan yang diterapkan ditengah-tengah kehidupan kampus. Dan jadilah mahasiswa seperti yang diungkapkan oleh prof. A. Mattulada : sebagai tidak lebih dari sekedar penundaan kedewasaan.

Sesungguhnya Api idealisme yang berpendar-pendar diruang kesadaran nurani mahasiswa, bukan hanya akan membakar habis segala bentuk depotizme zaman juga akan sekaligus menjadi suluh penerang bagi peletakan suatu watak dasar, yang akan menentukan karakter kepribadian dimasa depan. Sehingga radikalitas yang kemudian mencuat dalam segenap aksi peergerakannya, bukan hanya mencerminkan pemihakan sikap yang utuh dalam memberikan respon yang antisipatif terhadap segala bentuk kehidupan sosialnya juga suatu kesadaran akan komitmen ideologis yang menghendaki harmonisasi realitasnya. Jika dalam gagasan pergerakannya, mahasiswa mampu menjaga idealismenya dengan keberanian dalam menentukan pilihannya, serta berpegang teguh pada sikap indepedensialnya yang hanya berpihak paada kebenaran. Maka segala aktivitasnya akan memiliki sebuah llandasan filosofis dan memperjuangkan sebuah transformassi sosial dalam kehidupan kampus. Hal ini menuntut kecerdasan mahasiswa untuk berperan sebagai kekuatan intelektual dan moral sehingga mampu memaksimalkan daya geraknya secara produktif, kritis, dan dinamis untuk dapat memberikan terobosan-terobossan pemikiran baru serta langkah-langkah yang lebih kongkrit dan rasional dalam mengawal arah perubahan dalam struktur sosial dan mengupayakan terwujudnya demokratisasi dalam segenap segmen kehidupan mahasiswa.

Dinamika atas romantisme dan idealisme mahasiswa yang begitu respon terhadap panggilan untuk bekerja keras, berkorban dalam menghadapi tantangan, kebrutalan sistem, penyelewengan dan seterusnya, tidak lebih dari sikap pengejawantahan independensi. Namun sayangnya dalam konteks sekarang lebih terkesan sebagai sebuah nostalgia belaka ketimbang dijadikan sebagai sebagai sumber motivasi dan ibrah. Hal ini ditandai semakin kaburnya peran-peran mahasiswa bahkan sikap skeptisme untuk beraktivitas menjadi dominan dalam tubuh mahasiswa. Pada gilirannya jangkauan memperdulikan suasana dalam kampus tidak lagi dia tuntaskan padahal persoalan ini jelas-jelas menyangkut tentang kepentingannya. Katakanlah Penolakan terhadap IKOMA, sebahagian mahasiswa enggan membicarakan apalagi menolak. Padahal IKOMA sudah jelas-jelas megesploitasi orangtua apalagi mahaiswa yang kebebasan haknya untuk belajar dikekang oleh birokrasi kampus dengan kata lain kehadiran lembaga tersebut adalah ajang intimidasi dosen terhadap mahasiswa sebagai peserta didik. Mungkin iinilah salah satu penjelmaan dari depolitisasi kampus, mahasiswa haram berpolitik, politik itu cenderung kepada kekuasaan, mahasiswa tidak usah melihat kebobrokan dalam kampus yang dilakukan oleh birokrasi cukup anda sebagai mahasiswa kelak ketika berhasil tidak usah seperti mereka kata Tabrani Gani.

Kaburnya peran mahasiswa, membuat kita semakin sulit mendefenisikan posisi mahasiswa, dalam konteks dinamika sosial, bahkan mahasiswa cenderung terasa asing, dan apatis dengan perlakuan birokrasi dilingkungannya. Padahal kalau dilirik kembali fungsinalisasi keberadaan kampus, seperti yang pernah disinyalir oleh nugroho noto susanto ” Universitas semestinya hadir sebagai Menara api”, bukan menara air, Dengan demikian kalau kita mau terjemahkan dengan konsisten maka mahasiswa terfungsionalisasikan dalam diskursus perubahan sosial, yang terformulasi dalam nuansa-nuansa, sebagai social control, Moral force, man of analysis, kritis, inovatif dan lain sebagainya.

Dan sebaliknya suatu yang inkonsistensi bila kemudian ia hadir dalam perwatakan yang apatis, individualis, pragmatis, karena kalau suasana ini yang hadir, maka sepatutnya kita ramai berduka cita, paling tidak ini adalah merupakan respon atas The sich man of academika yang diderita.

”Doping” : Mengembalikan citra Independent

Kemandulan kreativitas yang kita alami seakan aktivitas terkesan sebagi suatu aksi mekanis, reaksioner, yang mengisyaratkan adanya ketidak fungsionalan sel-sel yang ada dalam kehadiran mahasiswa, terutama sel-sel intelektualitasnya. Hal inilah yang menyebabkan mahasiswa buta dan asing dengan lingkungannya. Yang perlu direnungkan dari fenomena tersebut adalah kenapa wajah mahasiswa tampil seperti itu? Apakah itu proses alamiah belaka? Ataukah komunitas yang kurang membangun?dalam artian paradigma sistem yang dibangun memang sudah demikian?.

Kalau kita cermati dari dekat, akan kondisi mahasiswa secara transparan menderita gangguan psikologis yang cukup serius disamping faktor dari luar dirinya. Penyakit inilah yang menjadi tabir, penghambat untuk memaksimalkan potensi dan daya kontrolnya penyakit psikologis yang dimaksud adalah Pertama, serba ingin cepat, cepat lulus dan sarjana walaupun menghalalkan segala macam cara, mahasiswa seperti ini membangun suatu asumsi, bahwa diluar dari kurikulum (mata kuliah) tidak memiliki arti apa-apa. Artinya ada tidaknya aktifitas yang dia lakukan tergantung pada adakah rlevansinya dengan kartu nilai. Pokokya kesibukan akademiklah yang dinomorsatukan kalau tradisi di MIPA dapat kita gambarkan kesibukan- kesibukan mereka akan tuntutan akademik yang merupakan alasan klasik karena dari pagi hari sibuk dengan materi kuliah, tugas, persiapan kuis, respon, praktikum, persiapan ujian semester sampai sore hari, dimalam harinya harus belajar lagi buat persipan akademik besok plus mengetik laporan sampai dini hari. Huh… memang tidak ada waktu untuk memikirkan kebijakan IKOMA dan kenaikan BBM apalagi menyukseskan kegiatan lainnya yang hanya mengandalkan proposal.

Kedua, cepat merasa puas, dan frustasi, apakah itu yang diwariskan oleh generasi sebelumnya atau hasil kerja mereka hal ini sering termaknai sebagai akhir dari kemajuan (the end Of progress) yang pada gilirannya merupakan gejala dekadensi untuk berbuat lebih banyak. Dan mahasiswa seperti ini sangat sulit mnyebutkan kata tidak, apalagi dosennya, atau pimpinan-pimpinan dilingkungan akademiknya, seperti telah dicocok hidungnya, dengan demikian ada tidaknya aktifitas yang dia lakukan sangat bergantung kepada restu akademiknya.

Ketiga, merasa serba sibuk, kelihatannya sangat serius mengurus kelembagaan iintra, akan tetapi bila ditanya maka hasilnya tidak tau boss... kesibukan lain yang tidak jelas seperti mahasiswa yang kecenderungannya makan gak makan asal kumpul, entah itu bergosip, menggosipi dirinya(geer berat) dan orang lain, dibawah pohon mangga asyik meperhatikan setiap mahasiswa yang lewat didepannya sambil mengomentari, dikantin atau didepan sekretariat pagi hari dengan sebatang rokok dan segelas cofeemix (nyamanna hidup…) asyik berbincang dengan teman –teman yang lain yang tak ada endingnya serta dengan tema yang bermacam-macam sampai sore. Ternyata mereka meluangkan waktunya sesuai pilihan /keinginan dan kebiasaan mereka.

Disisi lain yang menjadkan mahasiswa sangat impoten adalah trauma historis, adanya peristiwa-peristiwa yang meprihatinkan dalam dinamika sejarah pergerakan mahasiswa contoh pada kasus 5 juli 2005 yang kemudian sebagian dari para aktivis dicap sebagai musuh birokrasi dan dosen akibatnya pembatalan semester pendek, intimidasi pada mahasiswa yang brujung pada dikomisi disiplinkan karena teridentifikasi pada perlawanan tersebut juga merupakan ajang pembusukan karakter yang kadang dijadikan senjata untuk mematikan perlawanan. Belum lagi teman-teman lain yang tidak mendapat pelayanan akademik padahal aksi tersebut tidak ada hubungannya dengan akademik, yang ada karena birokrasi dan dosen selama ini kurang menyadari jabatan yang diemban jabatan yang dimaksud adalah jabatan struktural dan fungsionalnya.. Akan tetapi sanksi apapun yang diberikan kepada teman-teman aktivis tidak usah larut dalam kesedihan, tak perlu meratapinya karena memang itu adalah tugasnya yang ada adalah bagaimana melanjutkan perjuangannya ketika kembali terpilih menjadi pengurus di Lembaga Kemahasiswaan.. Hidup Mahasiswa........!!!!

Aku tidak perduli berapa lama aku harus hidup

dalam sistim ini. Aku tidak akan pernah menerimanya.

Aku akan perangi sistim ini sampai mati

(Martin Luther King)

Sebuah kampus didirikan bukan hanya semata-mata sebagai tempat untuk belajar. Disana seorang mahasiswa tumbuh dengan kesibukan dan kesadaran akan batas. Memulai dan mengahiri mata kuliah dari jam setengah delapan sampai sore hari. Mengawali dan menjalani pelajaran lewat buku yang selalu terbuka untuk ditelaah. Ditemani oleh seorang dosen, kampus seperti perjalanan yang sudah diatur dan tertib. Tapi kedisiplinan kampus, bukan tanpa cacat. Aturan itu membuat sebagian difakultas MIPA menjadi seragam. Pakaian seragam seakan hendak menegaskan bahwa ini adalah aturan yang telah disepakati oleh dosen dan harus dilaksanakan.

Membayar sekolah atau kuliah dikampus bukan seperti bayar ongkos naik pete-pete. Kampus bukan tempat gratis dimana setiap orang boleh praktikum di Laboratorium. Dikampus FMIPA UNM taman-taman semakin indah, kebun-kebun percobaan kami berubah menjadi lahan parkir. Lahan yang menelan sejumlah mobil dosen yang kini sibuk hilir mudik Makassar. Sebagian ada yang menjadi dosen terbang dengan gelar Prof.Dr dan sebagian ada yang menjadi guru SMA. Lembaga mahasiswa diberikan fasilitas yang memadai. Tapi udara perlawanannya telah kering karena ruang itu nampak rapi dan mahal.

Perubahan memang telah melenyapkan sesuatu yang indah dimasa lalu. Lagi pula masa lalu seperti cermin kusam yang tidak enak untuk ditengok. Kampus memang bukan sekedar tempat belajar. Kini kampus adalah tempat dimana ruang belajar sengaja dibagi dua yang didalamnya pengat dan panas, ruang belajar bukan lagi ada pada dosen tapi oleh asisten dosen yang notabene adalah mahasiswa sendiri (masak jeruk minum jeruk), Belajar identik dengan kemampuan dan keterampilan.Keterampilan itu diantaranya kemahiran menggunakan komputer, lincah mencampur zat, pandai mengoyak-ngoyak katak, tepat membedakan mana resistor dan mana transistor. Kesemuanya harus ditunjang oleh laboratorium yang megah. Tapi memerlukan ongkos yang tentu tidak murah.

Kata kuncinya adalah kompetisi dan globalisasi. Ancaman global ini memang kerap kali dijadikan oleh dosen sebagi momok yang menakutkan. Mulai dari serbuan alam, banjir bandang, gempa, hingga lapisan ozon yang semakin menipis. Kemudian dari segi sosial hantu pengangguran kini juga merayap cepat. Pengangguran kian mencekik saat sulitnya untuk menjadi pegawai Negeri Sipil (PNS). Dalam dunia pendidikan Lembaga pendidikan berjalan dengan orientasi meraup laba sebesar-besarnya. Pendidikan kini harus mengubah strategi, di FMIPA upaya untuk pencerdasan diubah menjadi kegiatan yang melahirkan produk sebanyak-banyaknya, tidak heran mengapa tahun ini PMJK harus lebih banyak daripada SPMB, kuantitas yang ditonjolkan meski kualitas tak dikedepankan, Pendidikan saat ini memang berubah menjadi mesin industri. Mesin yang bekerja dengan logika efesisensi dan efektifitas. Dengan mepercepat waktu mata kuliah/waktu pembelajaran, pendidikan kemudian lebih mirip dengan proses pembuatan sabun. Mengeluarkan dalam jumlah banyak dengan tanpa perbedaan sama sekali. Itu dilukiskan dalam adegan wisuda yang membuat semua orang menjadi mirip satu dengan yang lain.

Meskipun begitu parah penyakit yang diderita, tidaklah berarti sama sekali tidak ada riak-riak mahasiswa. Cuma memang dengan segera penyakit itu dicarikan obat penawar semacam ”doping”. Apatahlagi Keterbukaan dan demokratisasi adalah momentum emas, untuk mengembaikan citra independensi.

Kondisi Realitas Kelembagaan Di FMIPA

Memperhatikan perjalanan kepengurusan lembaga kemahasiswaan Fakultas Matamatika dan Ilmu Pengetahuan Alam UNM Lembaga Kemahasiswaan (MAPERWA DAN BEM) telah dilalui. Setumpuk pertanyaan yang menghadang untuk kepengurusan kedepan perlahan namun pasti harus terjawab. Sosialisasi lembaga dan berbagai program kerja mesti dilaksanakan, namun pertanyaan yang muncul adalah apakah kesemuanya itu menyentuh seluruh lapisan masyarakat kampus? Apakah eksistensi lembaga ini sekedar dan atau memang menjadi sebuah keharusan? Bidang pemberdayaan organisasilah yang seyogyanya harus mampu mewujudkan ide-ide cemerlang untuk pengembangan lembaga kedepan.

Sebagai lembaga di tingkat fakultas yang merupakan akumulasi dari semua perutusan lembaga Himpunan se-FMIPA diharapkan untuk melakukan upaya-upaya kreatif yang selama ini diimpikan sebagai pencerminan lembaga yang terwakili dalam bentuk pembaharuan. kerja-kerja operasionalnya merupakan wujud ledakan potensi dari setiap personilnya, sehingga BEM FMIPA dapat menjadi lembaga yang sarat dengan nilai idealitas mahasiswa selain itu kurangya bahkan tidak kondusifnya kepengurusan senantiasa mewarnai jalannya roda organisasi. Sebagai lembaga tingkat fakultas yang merupakan perutusan semua lembaga kemahasiswaaan di lingkungan FMIPA, hal tersebut hampir mutlak terjadi sebab nuansa variasi karakter akan dipertemukan dalam suatu suasana kelembagaan. Sehingga diperlukan kompromi dan kearifan dalam menanggapi sesuatu hal apalagi yang menyangkut ide dan gagasan, pun persoalan personal.

Dan suatu hal yang perlu diperhatikan adalah koordinasi terhadap semua lembaga kemahasiswaan dalam lingkungan FMIPA yang selama ini dinilai kurang kiranya dapat ditingkatkan dengan pemberdayaan utusan masing-masing lembaga. Dengan demikian diharapkan kedepan miskomunikasi tidak akan terjadi lagi yang berimbas pada berbagai persoalan.

Terhadap kebijakan-kebijakan pimpinan perguruan tinggi tentang akademik, kemahasiswaan dan permasalahan secara makropun tak boleh lepas dari peran aktif pengawal lembaga kemahasiswaan berupa ide yang mungkin saja sulit untuk mereka terima. Dan inipun merupakan sebuah agenda besar.

Ketika timbul ketidakinginan melaksanakan sebuah agenda reformasi sebagai sebuah amanah besar maka suatu perhelatan tidak dapat dihindarkan. Dengan sebuah resiko besar mahasiswa telah mengantarkan pada suatu kehidupan demokrasi, namun rupanya iklim ini tidak memberikan pencerahan justru sebaliknya semakin membawa republik ini pada sesuatu titik dimana pada saatnya nanti tidak akan mampu lagi berbuat. Sementara elit politik semakin gencar melancarkan aksinya demi kepentingan pribadi dan golongannya. Pun terhadap berbagai kebijakan yang langsung menyentuh masyarakat ekonomi menengah kebawah pemerintah terlihat hanya setengah hati.

Mencermati situasi dan kondisi republik sekarang ini. Jangan sampai kita serahkan sepenuhnya kepada pemerintah dalam penyelesaiannya. Mahasiswa justru harus mampu memberikan kontribusi pemikiran untuk menyelesaikan berbagai maslah yang berkembang. MAPERWA / BEM sebaga salah satu unsure mahasiswa di Republik ini sangat diharapkan dan memang harus mau dan mampu tampil sebagai pelaksana dan pencetus ide. Kepada siapa lagi masyarakat harus menggantungkan harapannya? Semoga mahasiswalah jawabannya.

Dari kondisi yang menyertai jalannya roda organisasi, baik internal maupun eksternal maka berikut Visi, misi, dan rencana strategis yang coba ditawarkan sebagai berikut

BEM FMIPA UNM

"Dynamic, Aspirative in Unity" dalam "Ekspresi Tanpa Dekadensi"

Menjadikan bem FMIPA sebagai organisasi yang dinamis dalam menjalankan aspirasi mahasiswa MIPA, dan mampu memberikan nilai tambah dan kontribusi bagi mahasiswa, masyarakat, bangsa dan negara.

Misi BEM FMIPA UNM

· Menjadikan LK FMIPA sebagai part of solution dalam menghadapi permasalahan yang ada baik dalam internal kampus maupun eksternal kampus, dan bukan sebagai part of problem.

· Menumbuhkan kesadaran sosial dan sikap kritis mahasiswa terhadap kondisi lingkungan sekitarnya.

· Menjadikan LK FMIPA sebagai organisasi terdepan dalam menyikapi berbagai isu dan permasalahan baik internal dan eksternal kampus.

· Menjunjung tinggi asas profesionalisme dan akuntabilitas dalam setiap pelaksanaan kegiatan kemahasiswaan.

· Memberikan kesempatan bagi seluruh mahasiswa untuk berpartisipasi, berkreasi, dan berkontribusi dalam seluruh kegiatan LK FMIPA

Value

"Social-Politic Awareness, Professional, Transparency, and Accountability"

· Fokus pada kegiatan menumbuhkan kesadaran sosial-politik mahasiswa dalam menjalankan perannya sebagai bagian dari masyarakat.

· Profesional dalam menjalankan berbagai kegiatan kemahasiswaan.

· Menjunjung tinggi atas transparansi dan akuntabilitas dalam kegiatan kemahasiswaan menuju perwujudan good student governance

Visi :

Membangun kesadaran intelektual dan spiritual mahasiswa yang turut bertanggung jawab atas terwujudnya tatanan masyarakat kampus yang ilmiah dan religius.

Misi :

  1. Menjadikan wadah yang bertugas untuk melakukan pembinaan kesadaran intelektual dan spiritual mahasiswa melalui program kelambagaan
  2. Menjadikan lembaga untuk turut bertanggungjawab dalam usaha-usaha menwujudkan tatanan masyarakat kampus yang ilmiah
  3. Menjadikan lembaga sebagai pilar utama dalam penegakan nilai dan norma islam serta pembelaan kepada kaum yang tertindas.

Rencana strategis:

  1. Pengembangan organisasi masih menjadi sebuah gagasan yang berada pada masing-masing pengawalnya harus teraktualisasikan secara maksimal
  2. Memaksimalkan sumber daya untuk bekerja sesuai dengan aturan main kelembagaan.
  3. menyuguhkan sesuatu yang berbeda kepada masyarakat kampus terkhusus mahasiswa sebagai pencerminan akumulasi dari semua lembaga kemahasiswaan dalam lingkup FMIPA Universitas Negeri Makassar yang selama ini dinantikan oleh semua lembaga yang mempunyai perwakilan pada lembaga tingkat FMIPA.
  4. Memaksimalnya pemberdayaan potensi mahasiswa untuk melakukan pengawalan IKOMA dan sejenisnya.
  5. Pensosialisasian atas Respon terhadap isu-isu kontemporer yang mencuat kepermukaan perlu dimaksimalkan, begitupula informasi terhadap berbagai persoalan yang seharusnya lembaga cepat menanggapinya dan melakukan upaya untuk dijadikan komsumsi bagi mahasiswa tidak menjadi sebuah perhatian yang serius.
  6. Meperlihatkan proses alifungsi dari institut keguruan ilmu pendidikan menjadi Universitas Negeri Makassar.
  7. Pemberdayaan masyarakat didalam proses demokratisasi yang berkeadilan dengan pola kemitraan dengan masyarakat secara berdampingan.
  8. Menumbuhkan kepekaan diri mahasiswa dengan menambah pengetahuan mereka terhadap wacana diluar disiplin ilmunya.
  9. Nilai-nilai keilmuan harus dapat terinternalisasi pada diri mahasiswa.
  10. Mengantisipasi arus besar dunia yang menggeser paradigma mahasiswa kepada hedonis oportunistik.
  11. Menumbuhkan minat mahasiswa untuk berlembaga dengan pengkaderan kontinyu.

Aktualisasi yang sifatnya solutif akan ditempuh melalui :

  1. Melaksanakan penyegaran visi dan misi LK FMIPA UNM minimal setiap triwulan (3 bulan).
  2. Training pengembangan potensi dan kreatifitas mahasiswa lewat pengkaderan yang kontinyu.
  3. Menggencarkan diskusi-diskusi guna membahas masalah-masalah kontemporer.
  4. Peningkatan presur terhadap berbagai persoalan baik masalah intern dikalangan civitas akademik maupun ekstern masalah sosial kemasyarakatan keumatan dan kebangsaan.
  5. Membahas tentang wacana keilmuan dan masalah temporer.
  6. Menggencarkan konsolidasi dengan teman-teman LK Se-FMIPA untuk pengawalan dan pematangan issue baik intra maupun ektra kampus.

Daftar Pustaka

Jalan Lain : Dr. Mansour Faqih

Orang Miskin Dilarang Sekolah : Eko Prasetyo

Desekularisasi pemikiran : A.M. saefuddin et al.

Peranan Mahasiswa dalam proses demokratisasi kampus : Makalah oleh Kalmuddin

0 komentar:

;